Indonesia
adalah negara yang cinta damai, tatepi kita lebih mencintai kemerdekaan.
Kemerdekaan wajib dipertahankan walaupun nyawa sebagai taruhannya. Setelah para
pemimpin bangsa berjuang mempertahankan kemerdekaan secara fisik tak juga
berhasil maka para pemimpin kita melakukan perjuangan melalui meja perundingan.
Berikut
adalah beberapa usaha mempertahankan kemerdekaan melalui jalan damai atau
melalui meja perundingan.
1. Perjanjian Linggajati
Pada tanggal 10 November 1946
diadakan perundingan antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini dilaksanakan
di Linggajati. Linggajati terletak di sebelah selatan Cirebon. Dalam perundingan
itu delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Van Mook.
Pada tanggal 15 November 1946,
hasil perundingan diumumkan dan disetujui oleh kedua belah pihak. Secara resmi,
naskah hasil perundingan ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Belanda
pada tanggal 25 Maret 1947. Hasil Perjanjan Linggajati sangat merugikan
Indonesia karena wilayah Indonesia menjadi sempit.
Berikut ini isi perjanjian
Linggajati.
1. Belanda hanya mengakui
kekuasaan Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatera.
2. Republik Indonesia dan Belanda
akan bersama-sama membentuk Negara Indonesia Serikat yang terdiri atas:
a. Negara Republik Indonesia,
b. Negara Indonesia Timur, dan
c. Negara Kalimantan.
3. Negara Indonesia Serikat dan
Belanda akan merupakan suatu uni (kesatuan) yang dinamakan Uni
Indonesia-Belanda dan diketuai oleh Ratu Belanda.
Agresi
Militer Belanda I
Meskipun sudah ada Perjanjian
Linggajati, Belanda tetap berusaha untuk menjajah Indonesia. Pada tanggal 21
Juli 1947, Belanda menyerang wilayah Republik Indonesia. Tindakan ini melanggar
Perjanjian Linggajati. Belanda berhasil merebut sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Jawa Timur. Akibatnya wilayah kekuasaan Republik Indonesia semakin kecil. Serangan
militer Belanda ini dikenal sebagai Agresi
Militer Belanda I.
Peristiwa tersebut menimbulkan
protes dari negara-negara tetangga dan dunia internasional. Wakil-wakil dari
India dan Australia mengusulkan kepada PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) agar
mengadakan sidang untuk membicarakan masalah penyerangan Belanda ke wilayah
Republik Indonesia.
Perjanjian
Renville (17 Januari 1948)
Pada tanggal 1 Agustus 1947,
Dewan Keamanan PBB memerintahkan agar pihak Indonesia dan Belanda menghentikan
tembak-menembak. Akhirnya pada tanggal 4 Agustus 1947, Belanda mengumumkan
gencatan senjata. Gencatan senjata adalah penghentian tembak-menembak di antara
pihak-pihak yang berperang. PBB membantu penyelesaian sengketa antara Indonesia
dan Belanda dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang terdiri atas:
1. Australia, dipilih oleh
Indonesia;
2. Belgia, dipilih oleh Belanda;
3. Amerika Serikat, dipilih oleh
Australia dan Belanda.
Komisi Tiga Negara (KTN)
memprakarsai perundingan antara Indonesia dan Belanda. Perundingan dilakukan di
atas kapal Renville, yaitu kapal Angkatan Laut Amerika Serikat. Oleh
karena itu, hasil perundingan ini dinamakan Perjanjian Renville.
Dalam perundingan itu Negara
Indonesia, Belanda, dan masing-masing anggota KTN diwakili oleh sebuah
delegasi.
1. Delegasi Indonesia dipimpin
oleh Mr. Amir Syarifuddin.
2. Delegasi Belanda dipimpin oleh
R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo.
3. Delegasi Australia
dipimpin oleh Richard C. Kirby.
4. Delegasi Belgia dipimpin oleh
Paul van Zeeland.
5. Delegasi Amerika Serikat
dipimpin oleh Frank Porter Graham.
Isi perjanjian Renville adalah
sebagai berikut.
1. Belanda hanya mengakui daerah
Republik Indonesia atas Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian kecil Jawa Barat, dan
Sumatera.
2. Tentara Republik Indonesia
ditarik mundur dari daerah-daerah yang telah diduduki Belanda.
Hasil Perjanjian Renville sangat
merugikan Indonesia. Wilayah kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin
sempit.
Agresi
Militer Belanda II
Belanda terus berusaha menguasai
kembali Indonesia. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan
atas wilayah Republik Indonesia. Penyerangan Belanda ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda II. Ibu kota Republik Indonesia waktu
itu, Yogyakarta, diserang Belanda.
Perlu diketahui bahwa sejak 4
Januari 1946, lbu kota Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Belanda mengerahkan angkatan udaranya. Lapangan Udara Maguwo tidak dapat
dipertahankan. Akhirnya Yogyakarta direbut Belanda. Presiden Sukarno, Wakil
Presiden Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Suryadarma ditangkap Belanda.
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke
Pulau Bangka. Sebelum tertangkap, Presiden Sukarno telah mengirim mandat lewat
radio kepada Menteri Kemakmuran, Mr. Syaffiruddin Prawiranegara yang berada di
Sumatera. Tujuannya ialah untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ibu kota Bukit Tinggi.
Agresi Militer
Belanda II menimbulkan reaksi dunia, terutama negaranegara di Asia. Negara-negara di Asia
seperti India, Myanmar, Afganistan, dan lain-lain segera mengadakan Konferensi
New Delhi pada bulan Desember 1949. Mereka bersimpati kepada perjuangan rakyat
Indonesia, dan mendesak agar:
1. Pemerintah RI segera
dikembalikan ke Yogyakarta, dan
2. Serdadu Belanda segera ditarik
mundur dari Indonesia.
Belanda tidak memperdulikan
desakan itu. Belanda baru bersedia berunding setelah Dewan Keamanan PBB turun
tangan.
Usaha
Diplomasi dan Pengakuan Kedaulatan
Komisi PBB untuk Indonesia atau
UNCI (United Nations Commission for Indonesia) berhasil mempertemukan
pihak Indonesia dan Belanda dalam meja perundingan. Dalam perundingan-perundingan
itu, delegasi dari Indonesia berjuang secara diplomasi supaya kedaulatan
Indonesia diakui. Perundingan-perundingan itu antara lain, Perundingan
Rum-Royen dan Konferensi Meja Bundar (KMB).
Perjanjian Rum-Royen
Perjanjian Rum-Royen disetujui di
Jakarta pada tanggal 7 Mei 1949. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Moh. Rum, sedangkan pihak Belanda dipimpin
oleh Dr. van Royen. Anggota
delegasi Indonesia lainnya ialah Drs.
Moh. Hatta dan Sri Sultan
Hamengku Buwono lX.
Isi Perjanjian Rum-Royen adalah
sebagai berikut.
1. Pemerintah Republik Indonesia
dikembalikan ke Yogyakarta.
2. Menghentikan gerakan-gerakan
militer dan membebaskan semua tahanan politik.
3. Belanda menyetujui adanya
Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
4. Akan diselenggarakan
perundingan lagi, yaitu KMB, antara Belanda dan Indonesia setelah Pemerintah
Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Konferensi
Meja Bundar (KMB)
Sebagai tindak lanjut Perjanjian
Rum-Royen, pada tanggal 23 Agustus
sampai dengan 2 November 1949
diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, delegasi BFO
(Bijeenkomst Voor Federal Overleg) atau Badan Musyawarah Negaranegara Federal dipimpin oleh Sultan Hamid II. Delegasi Belanda
dipimpin oleh Mr. van Maarseveen.
Sedangkan UNCI dipimpin oleh Chritchley.
Hasil-hasil persetujuan yang
dicapai dalam KMB adalah sebagai berikut.
1. Indonesia menjadi Republik
Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada RIS pada
akhir bulan Desember 1949.
2. RIS dan Belanda akan tergabung
dalam Uni Indonesia Belanda.
3. Irian Barat akan diserahkan
setahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda.
Kesepakatan-kesepakatan yang
dihasilkan dalam KMB sangat memuaskan rakyat Indonesia. Akhirnya kedaulatan
negara Indonesia diakui oleh pihak Belanda. Seluruh rakyat Indonesia menyambut
hasil KMB dengan suka cita.
Pengakuan Kedaulatan
Sesuai hasil KMB, pada tanggal 27
Desember 1949 diadakan upacara pengakuan kedaulatan dari Pemerintah Belanda
kepada Pemerintah RIS. Upacara pengakuan kedaulatan dilakukan di dua tempat,
yaitu Den Haag dan Yogyakarta secara bersamaan. Dalam acara penandatanganan
pengakuan kedaulatan di Den Haag, Ratu
Yuliana bertindak sebagai wakil Negeri Belanda Belanda dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil
Indonesia. Sedangkan dalam upacara pengakuan kedaulatan yang dilakukan di
Yogyakarta, pihak Belanda diwakili oleh Mr.
Lovink (wakil tertinggi pemerintah Belanda) dan pihak Indonesia diwakili
Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Dengan pengakuan kedaulatan itu
berakhirlah kekuasaan Belanda atas Indonesia dan berdirilah Negara Republik
Indonesia Serikat. Sehari setelah pengakuan kedaulatan, ibu kota negara pindah
dari Yogyakarta ke Jakarta. Kemudian dilangsungkan upacara penurunan bendera
Belanda dan dilanjutkan dengan pengibaran bendera Indonesia.