PPKI dipimpin oleh Ir. Sukarno, wakilnya Drs. Moh. Hatta, dan penasihatnya
Ahmad Subarjo. Adapun anggotanya adalah Mr. Supomo, dr. Rajiman Wedyodiningrat,
R.P. Suroso, Sutardjo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Oto
Iskandardinata, Suryohamijoyo, Abdul Kadir, Puruboyo, Yap Tjwan Bing,
Latuharhary, Dr. Amir, Abdul Abbas, Teuku Moh. Hasan, Hamdani, Sam Ratulangi,
Andi Pangeran, I Gusti Ktut Pudja, Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara,
Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, dan Iwa Kusumasumantri.
a. Proses Penetapan Dasar Negara dan Konstitusi Negara
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan
sidangnya yang pertama. Pada sidang ini PPKI membahas
konstitusi negara Indonesia, Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu tugas
Presiden Indonesia.
PPKI membahas konstitusi negara Indonesia
dengan menggunakan naskah Piagam beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah
kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk – pemeluknya”
pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki
Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid
Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Mereka perlu membahas hal tersebut
karena pesan dari pemeluk agama lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur
yang merasa keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan
negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang tidak terlalu
lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang
para tokoh-tokoh yang sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk- pemeluknya.”
Para tokoh PPKI berjiwa besar dan memiliki
rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Adapun tujuan
diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum sidang agar permasalahan
cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan itu maka segera saja sidang pertama PPKI
dibuka.
b. Perbedaan dan Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang PPKI
Pada sidang pertama PPKI rancangan UUD hasil kerja
BPUPKI dibahas kembali. Pada pembahasannya terdapat
usul perubahan yang dilontarkan kelompok Hatta Mereka mengusulkan dua
perubahan.
Pertama, berkaitan dengan sila pertama yang semula berbunyi
”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Kedua,
Bab II UUD Pasal 6 yang semula berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia
yang beragama Islam” diubah menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”. Semua usulan
itu diterima peserta sidang. Hal itu menunjukkan
mereka sangat memperhatikan persatuan dan kesatuan bangsa.
Rancangan hukum dasar yang diterima BPUPKI pada tanggal 17
Juli 1945 setelah disempurnakan oleh PPKI
disahkan sebagai Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia. UUD itu kemudian
dikenal sebagai UUD 1945. Keberadaan UUD 1945 diumumkan
dalam berita Republik Indonesia Tahun ke-2 No. 7 Tahun 1946 pada
halaman 45–48. Sistematika UUD 1945 itu terdiri atas hal sebagai berikut.
1. Pembukaan (mukadimah) UUD 1945 terdiri atas empat alinea. Pada Alenia ke-4 UUD
1945 tercantum
Pancasila sebagai dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.
a) Ketuhanan Yang Maha Esa.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c) Persatuan Indonesia.
d) Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Batang
tubuh UUD 1945 terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2
ayat aturan
tambahan
3. Penjelasan UUD 1945 terdiri atas penjelasan umum dan
penjelasan pasal demi pasal.
Susunan dan
rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 merupakan perjanjian seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, mulai saat itu bangsa Indonesia
membulatkan tekad menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia